BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
sebagai khalifah dibumi dengan dibekali akal pikiran untuk berkarya dimuka
bumi. Manusia memiliki perbedaan baik secara biologis maupun rohani. Secara biologis
umumnya manusia dibedakan secara fisik sedangkan secara rohani manusia
dibedakan berdasarkan kepercayaannya atau agama yang dianutnya. Kehidupan
manusia sendiri sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada
manusia sangatlah luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia dengan
manusia, manusia dengan alam, manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam,
dan manusia dengan Sang Pencipta. Setiap hubungan tersebut harus berjalan
selaras dan seimbang. Selain itu manusia juga diciptakan dengan sesempurna
penciptaan, dengan sebaik-baik bentuk yang dimiliki. Hal ini diisyaratkan dalam
surat At-Tiin: 4 “Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya”.
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban.
Jadi, keadilan pada pokoknya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan
antara pokoknya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan antara penuntut
hak dan orang yang menjalankan kewajiban
B. RUMUSAN MASALAH
1. Menjelaskan tentang Keadilan
2. Menjelaskan Keadilan dan Tidak keadilan
3. Menjelaskan Kejujuran
4. Menjelaskan Kecurangan
5. Menjelaskan Pemulihan nama baik
6. Menjelaskan Pembalasan
C.TUJUAN
1. Agar mampu memahami Keadilan,
ketidakadilan, kejujuran, kecurangan, pemulihan nama baik, dan pembalasan
BAB II
PEMBAHASAN
Manusia dan Keadilan
A. Keadilan
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban.
Jadi, keadilan pada pokoknya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan
antara pokoknya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan antara penuntut
hak dan orang yang menjalankan kewajiban.
Berdasarkan kesadaran etis, kita tidak boleh hanya menuntut hak tanpa
memperhatikan kewajiban. Jika hal itu terjadi sikap dan tindakan kita akan
mengarah kepada pemerasan dan memperbudak orang lain. Sebaliknya, jika
kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak, kita akan mudah
diperbudak atau diperas orang lain.
Sebagai contoh, seorang karyawan yang hanya menuntut hak kenaikan upah tanpa
meningkatkan hasil kerjanya cenderung disebut pemeras. Sebaliknya, seorang
majikan yang terus menerus memeras tenaga orang lain, tanpa memperhatikan
kenaikan upah dan kesejahteraannya cenderung memperbudak pegawainya. Oleh
karena itu, untuk memperoleh keadilan, misalnya kita menuntut kenaikan upah,
tetapi mengiringi dengan usaha meningkatkan prestasi kerja kita. Apabila kita
menjadi majikan, kita harus memikirkan keseimbangan kerja dengan upah yang
mereka terima.
Berbicara tentang keadilan, Anda tentu segera ingat dasar negara kita ialah
Pancasila.Sila kelima Pancasila berbunyi : Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan
dalam tindakan manusia, kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara kedua
ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit, kedua ujung ekstrem itu
menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan
dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka hasil yang sama. Sedangkan kalau tidak
sama, maka masing-massing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan
pelanggaran terhadap proposi tersebut berarti ketidakadilan.
Selanjutnnya, untuk mewujudkan keadilan sosial itu, dirinci
perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni :
1) Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2) Sikap adil kepada sesama, menjaga keseimbangan
antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang.
3) Sikap suka memberi pertolongan kepada orang lain
yang memerlukan.
4) Sikap suka bekerja keras.
5) Sikap menghargai hasil karya orang lain
yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan dituangkan dalam
berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur pemerataan,
yaitu :
1) Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat
banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan
2) Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan
kesehatan
3) Pemerataan pembagian pendapatan
4) Pemerataan kesempatan kerja
5) Pemerataan kesempatan berusaha
6) Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam
pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita
7) Pemerataan penyebaran pembangunan diseluruh
wilayah tanah air
8) Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
B. Keadilan dan Ketidakadilan
Sebagaimana disinggung diatas, keadilan
merupakan salah satu dari konsesus nasional kita. Secara demikian bisa
dikatakann bahwa masalah keadilan dan tuntutan kearah itu, merupakan bagian
yang inheren dari kebudayaan kita. Konstatasi semacam itu tidak hanya disebabkan
oleh tercantumnya secara resmi sila konsensus nasional, akan tetapi bersumber
lebih dalam dari itu.
Dalam salah satu makalah Burhan M. Magenda menunjukkan adanya dua sumber
penyebab komitmen masyarakat kita yang begitu tinggi terhadap asas keadilan.
Ketidakadilan dalam sesuatu masyarakat seringkali tidak dibiarkan begitu
saja oleh anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan. Kendatipun banyak teori
membuktikan kalau ketidakadilan merupakan akibat logis dari sesuatu
sistem yang berlaku, baik ekonomi, sosial, ataupun politik , dalam
sesuatu masyarakat akan tetapi adanya praktek ketidak adilan sering diolak
anggota masyarakat yang merasakannya.
C. Kejujuran
Jujur atau kejujuran berarti sesuai dengan hati nurani. Jujur berarti bersih
hati dari perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Jujur berarti pula
menepati janji, baik yang terlahir dalam kata-kata maupun dalam niat,
dengan cara menepati niatnya.
Sikap jujur mewujudkan keadilan, sedangkan keadilan menuntut kemuliaan abadi,
jujur memberikan keberanian dan ketentraman hati, serta menyucikan, menciptakan
budi pekerja yang luhur.
Pada hakikatnya, kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi,
kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya persamaan hak dan
kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa.
D. Kecurangan
Curang atau kecurangan artinya tidak sesuai dengan hati nurani. Namun, bisa
saja, seseorang telah berniat curang agar memperoleh keuntungan tanpa
harus berusaha keras. Keuntungan disini adalah keuntungan yang berupa materi.
Pelakunya menganggap bahwa materi mendatangkan kesenangan, meskipun orang lain
menderita karenanya.
Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan
yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang paling hebat,
paling kaya dan senang bila masyarakat sekelilingnya hidup
menderita.
Ditinjau dari hubugan manusia dengan alam sekitarnya , ada empat
aspek yang menyangkut hidup manusia yakni aspek ekonomi, aspek
kebudayaan, aspek peradaban dan aspek teknik.
Pujowiyatno dalam bukunya filsafat Sana-sini menjelaskan
bahwa perbuatan yang sejenis dengan perbuatan curang misalnya berbohong,
menipu, merampas dan lain-lain yang tergolong perbuatan buruk.
E. Pemulihan Nama Baik
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Setiap orang berusaha untuk
menjaga agar namanya tetap baik. Lebih-lebih jika dia adalah teladan bagi orang
lain.
Penjagaan nama baik erat berhubungan dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau
boleh dikatan nama baik atau tidak baik itu adalah tingkah laku
atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku atau perbuatan itu, antara
lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disisplin pribadi, cara
menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang dihalalkan dan sebagainya.
Tingkah laku dalam mempertahankan nama baik pada hakikatnya sesuai dengan
kodrat manusia, yaitu :
1. Manusia menurut sifat dasarnya adalah makhluk
moral
2. Adanya aturan-aturan yang berdiri sendiri yang
harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku moral
tersebut.
F. Pembalasan
Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain, baik reaksi berupa
perbuatan yang seimbang, ataupun tingkah laku yang seimbang.
Dalam Al-quran pun terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan
pembalasan. Bagi mereka yang bertakwa kepada Tuhan akan diberikan balasan
pahala dan bagii yang mengingkari peintah Tuhan pun diberikan balasan
yang seimbang yaitu siksaan neraka.
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk moral dan makhluk sosial. Dalam bergaul,
manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Orang yang
berbuat amoral berarti telah melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban
manusia lain.
Oleh karena itu tidak ada seorang pun yang menghendaki hak dan kewajibannya
dilanggar atau diperkosa. Itulah sebabnya manusia berusaha mempertahankaan hak
dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajban itulah yang
tergolong pembalasan.
BAB III
PENUTUP
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang
seimbang antara hak dan kewajiban. Jadi, keadilan pada pokoknya terletak pada
keseimbangan atau keharmonisan antara pokoknya terletak pada keseimbangan atau
keharmonisan antara penuntut hak dan orang yang menjalankan kewajiban.
Ketidakadilan dalam sesuatu masyarakat seringkali tidak dibiarkan begitu
saja oleh anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan. Kendatipun banyak teori
membuktikan kalau ketidakadilan merupakan akibat logis dari sesuatu
sistem yang berlaku, baik ekonomi, sosial, ataupun politik , dalam sesuatu
masyarakat akan tetapi adanya praktek ketidak adilan sering diolak anggota
masyarakat yang merasakannya.
Jujur atau kejujuran berarti sesuai dengan hati nurani. Jujur berarti bersih
hati dari perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Jujur berarti pula menepati
janji, baik yang terlahir dalam kata-kata maupun dalam niat, dengan cara
menepati niatnya.
Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan
yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang paling hebat,
paling kaya dan senang bila masyarakat sekelilingnya hidup
menderita.
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Setiap orang berusaha untuk
menjaga agar namanya tetap baik. Lebih-lebih jika dia adalah teladan bagi orang
lain
Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain, baik reaksi berupa
perbuatan yang seimbang, ataupun tingkah laku yang seimbang.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Nur , Mawardi. 2000. Ilmu Budaya Dasar. Bandung
: Pustaka Setia
Suyadi MP. “ Buku Materi Pokok Ilmu Budaya Dasar”
, Depdik budaya , 1984
Widagdho Djoko, Ilmu Budaya Dasar, 2010
Post a Comment